Realisme klasik atau yang biasa dikenal
dengan Realis dalam teori Hubungan adalah sebuah teori yang paling dominan
sejak ilmu Hubungan Internasional ada. Teori Realisme muncul sebagai reaksi
kepada pemikiran idealis pada masa perang. Perang Dunia II menjadikan teori ini
mencapai puncak kejayaannya karena berhasil membantah pemikiran-pemikiran kaum
idealis. Teori ini mengusung beberapa prinsip, diantaranya yang pertama yaitu
negara merupakan aktor utama dari hubungan-hubungan antar-negara atau politik
internasional. Maka dari itu teori realisme sering disebut sebagai state-sentris theory dalam ilmu hubungan
internasional. Kedua yaitu teori realis beranggapan bahwa politik internasional
adalah anarki karena sifat dasar manusia yang egois dan anarki. Politik
internasional tidak akan pernah bisa diatur oleh siapapun dan wajar bila sering
tercipta konflik-konflik antar negara karena hal itu merupakan cara mereka
berinteraksi guna menciptakan perdamaian. Politik Internasional juga merupakan
tempat untuk para negara-negara yang sebagai aktor utama tersebut untuk menjadi
ajang perebutan kekuasaan. Ketiga yaitu kaum realis percaya bahwa kelangsungan
hidup atau keeksistensian dari suatu negara tidak akan bisa digantungkan kepada
negara lain dan oleh karena itu sebisa mungkin negara dapat mempertahankan
eksistensinya sendiri dengan menggunakan unsur-unsur yang dapat menunjang power
dari negara tersebut. Akan tercipta perdamaian dalam politik Internasional
atau bahkan dunia jika aktor-aktornya
(negara) dapat menciptakan power yang setara antara satu sama lain (balance of
power) menurut pandangan teori ini.
Teori realisme dipengaruhi oleh beberapa
tokoh diantaranya yang paling besar
adalah pandangan Hans J Morgenthau. Karyanya yang begitu fenomenal berjudul “Politics Among Nations”, ditulis pada
akhir Perang Dunia ke II. Pada saat itu Amerika menjadi negara yang memiliki
kekuatan atau power di segala lini yang
paling tangguh di kancah internasional. Selain pembahasan dari buku tersebut
hanya terpaku pada bahasan tentang perang, akan tetapi di sisi lain buku
tersebut juga membahas peranan Amerika Serikat terhadap dunia pasca perang
(Scott Burchil & Andrew Linklater 1996: 99). Didalam buku tersebut, melihat
dari sekian banyaknya pemikir-pemikir yang membahas mengenai realisme,
Morgenthau kemudian mengemukakan enam
prinsip realisme politik yang sangat terkenal hingga saat ini, prinsip-prinsip
tersebut antara lain :
1. Politik ditentukan oleh hukum-hukum obyektif
yang berakar pada kodrat manusia.
2. Untuk
mengetahui tentang politik internasional tidak terlepas dari pengertian kekuatan maksudnya adalah kepentingan yang sangat berkaitan
dengan kekuasaan.
3. Bentuk
dan sifat kekuasaan negara akan brmacam-macam dalam waktu, tempat dan konteks,
tetapi konsep kepentingan masih tetap sama.
4.
Prinsip-prinsip moral universal tidak menuntut sikap negara, meski sikap negara
jelas akan memiliki implikasi moral dan etika.
5. Tidak ada serangkaian prinsip-prinsip moral
yang disetujui secara universal.
6. Secara
intelektual, bidang politik itu otonom dari setiap bidang perhatian manusia
lainnya, entah bidang-bidang yang lain tersebut bersifat legal, moral atau
ekonomi (Hans J Morgenthau 1996: 52-53).
Selain Morgenthau, pemikir realis klasik
yang juga terkenal adalah Thucydides. Pemikirannya mengenai hubungan
negara-kota Yunani Kuno (terdiri dari peradaban budaya- bahasa yang dikenal
sebagai Hellas). Tidak terdapat kesetaraan dalam hal kekuatan diantara
negara-kota yang ada. Setiap negara-kota baik besar atau kecil harus memiliki
kemampuan untuk mempertahankan kekuasaannya berdasarkan realitas kekuatan yang
berbeda tiap negara-kota. Jika suatu negara-kota tidak bisa mempertahankan
negara-kotanya maka tentunya negara-kota tersebut akan hancur, dan sebaliknya
jika suatu negara-kota mampu mempertahankan kekuataannya maka negara-kota
tersebut bisa bertahan, bahkan sangat mampu untuk menghancurkan negara-kota
lainnya yang memiliki kekuatan di
bawahnya (R. Jackson & G. Serensen 2009: 92). Pemikiran Thucydides
yang paling terkenal adalah tentang perang Peloponesia yang terjadi dari
431-404 SM. Pemikiran ini berisi tentang dialog penting antara Athena, sebuah
negara-kota yang bisa dikatakan kuat pada waktu itu dengan Melos, suatu
negara-kota kecil. Mulanya Athena mengajak berunding dengan negara-kota Melos
agar bergabung dengan negaranya. Sambil mengancam dengan ancaman agar Melian
bisa bergabung. Di saat itu pilihan Melian ada dua, ikut bergabung dengan
Athena dan bersedia menjadi budak sebagaimana yang dilakukan Athena terhadap
negara-kota kecil lainnya atau malah
bergabung dengan musuh Athena yaitu Sparta, meski belum tentu Sparta
akan menjadi mitra yang baik namun Melian meyakini bahwa Sparta lebih baik dari
Athena. Akhirnya Melian menolak ajakan bergabung. Sebelum mengetahui jawaban
dari Melian, Athena sudah menyiapkan bala tentaranya untuk menyerang Melos.
Sehingga pertempuran sengit terjadi antara Athena dengan Melos ( Thucydides
1954: 79).
Menurut Thucydides, keadilan adalah
sesuatu yang relaitf dan ambigu dalam hubungan internasional. Keadilan bukanlah perlakuan yang sama kepada semua
pihak, tapi tentang penempatan yang tepat dan dalam menyesuaikan pada realitas
kekuatan yang berbeda. Oleh karena itu, Thucydides membiarkan bangsa Athena
untuk menjawab pertimbangan Melian. Meskipun Athena tetap menyerang Melian
sebelum menentukan jawabannya (R. Jackson & G. Serensen 2009: 93). Pemikir
realisme menjadi salah satu great debate dalam studi HI. Sangakalan dari pemikir Liberalisme ini terus memperkokoh
teorinya berdasarkan fakta yang terjadi pada waktu itu. Realisme yang
menitikberatkan pada asusmi mengenai kekuatan, sifat alamiah manusia, perang,
dan pesimistis. Sehingga munculah teori baru bernama Neo Realisme, meskipun
juga memakai nama Realisme sejatinya Neo Realisme berbeda dengan Realisme.
Referensi
:
Pengantar
Studi Hubungan Internasional ; Robert Jackson & Georg Sorensen ; 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar