Minggu, 22 November 2015

Realis : Pendekatan Paling Dominan

Realisme klasik atau yang biasa dikenal dengan Realis dalam teori Hubungan adalah sebuah teori yang paling dominan sejak ilmu Hubungan Internasional ada. Teori Realisme muncul sebagai reaksi kepada pemikiran idealis pada masa perang. Perang Dunia II menjadikan teori ini mencapai puncak kejayaannya karena berhasil membantah pemikiran-pemikiran kaum idealis. Teori ini mengusung beberapa prinsip, diantaranya yang pertama yaitu negara merupakan aktor utama dari hubungan-hubungan antar-negara atau politik internasional. Maka dari itu teori realisme sering disebut sebagai state-sentris theory dalam ilmu hubungan internasional. Kedua yaitu teori realis beranggapan bahwa politik internasional adalah anarki karena sifat dasar manusia yang egois dan anarki. Politik internasional tidak akan pernah bisa diatur oleh siapapun dan wajar bila sering tercipta konflik-konflik antar negara karena hal itu merupakan cara mereka berinteraksi guna menciptakan perdamaian. Politik Internasional juga merupakan tempat untuk para negara-negara yang sebagai aktor utama tersebut untuk menjadi ajang perebutan kekuasaan. Ketiga yaitu kaum realis percaya bahwa kelangsungan hidup atau keeksistensian dari suatu negara tidak akan bisa digantungkan kepada negara lain dan oleh karena itu sebisa mungkin negara dapat mempertahankan eksistensinya sendiri dengan menggunakan unsur-unsur yang dapat menunjang power dari negara tersebut. Akan tercipta perdamaian dalam politik Internasional atau  bahkan dunia jika aktor-aktornya (negara) dapat menciptakan power yang setara antara satu sama lain (balance of power) menurut pandangan teori ini. 
  Teori realisme dipengaruhi oleh beberapa tokoh diantaranya yang  paling besar adalah pandangan Hans J Morgenthau. Karyanya yang begitu fenomenal  berjudul “Politics Among Nations”, ditulis pada akhir Perang Dunia ke II. Pada saat itu Amerika menjadi negara yang memiliki kekuatan atau power di segala  lini yang paling tangguh di kancah internasional. Selain pembahasan dari buku tersebut hanya terpaku pada bahasan tentang perang, akan tetapi di sisi lain buku tersebut juga membahas peranan Amerika Serikat terhadap dunia pasca perang (Scott Burchil & Andrew Linklater 1996: 99). Didalam buku tersebut, melihat dari sekian banyaknya pemikir-pemikir yang membahas mengenai realisme, Morgenthau kemudian mengemukakan enam  prinsip realisme politik yang sangat terkenal hingga saat ini, prinsip-prinsip tersebut antara lain :
1. Politik ditentukan oleh hukum-hukum obyektif yang berakar  pada kodrat manusia.
2. Untuk mengetahui tentang politik internasional tidak terlepas dari  pengertian kekuatan maksudnya   adalah kepentingan yang sangat berkaitan dengan kekuasaan.
3. Bentuk dan sifat kekuasaan negara akan brmacam-macam dalam waktu, tempat dan konteks, tetapi konsep kepentingan masih tetap sama.
4. Prinsip-prinsip moral universal tidak menuntut sikap negara, meski sikap negara jelas akan memiliki implikasi moral dan etika.
5. Tidak ada serangkaian prinsip-prinsip moral yang disetujui secara universal.
6. Secara intelektual, bidang politik itu otonom dari setiap bidang perhatian manusia lainnya, entah bidang-bidang yang lain tersebut bersifat legal, moral atau ekonomi (Hans J Morgenthau 1996: 52-53).
 Selain Morgenthau, pemikir realis klasik yang juga terkenal adalah Thucydides. Pemikirannya mengenai hubungan negara-kota Yunani Kuno (terdiri dari peradaban budaya- bahasa yang dikenal sebagai Hellas). Tidak terdapat kesetaraan dalam hal kekuatan diantara negara-kota yang ada. Setiap negara-kota baik besar atau kecil harus memiliki kemampuan untuk mempertahankan kekuasaannya berdasarkan realitas kekuatan yang berbeda tiap negara-kota. Jika suatu negara-kota tidak bisa mempertahankan negara-kotanya maka tentunya negara-kota tersebut akan hancur, dan sebaliknya jika suatu negara-kota mampu mempertahankan kekuataannya maka negara-kota tersebut bisa bertahan, bahkan sangat mampu untuk menghancurkan negara-kota lainnya yang memiliki kekuatan di  bawahnya (R. Jackson & G. Serensen 2009: 92). Pemikiran Thucydides yang paling terkenal adalah tentang perang Peloponesia yang terjadi dari 431-404 SM. Pemikiran ini berisi tentang dialog penting antara Athena, sebuah negara-kota yang bisa dikatakan kuat pada waktu itu dengan Melos, suatu negara-kota kecil. Mulanya Athena mengajak berunding dengan negara-kota Melos agar bergabung dengan negaranya. Sambil mengancam dengan ancaman agar Melian bisa bergabung. Di saat itu pilihan Melian ada dua, ikut bergabung dengan Athena dan bersedia menjadi budak sebagaimana yang dilakukan Athena terhadap negara-kota kecil lainnya atau malah  bergabung dengan musuh Athena yaitu Sparta, meski belum tentu Sparta akan menjadi mitra yang baik namun Melian meyakini bahwa Sparta lebih baik dari Athena. Akhirnya Melian menolak ajakan bergabung. Sebelum mengetahui jawaban dari Melian, Athena sudah menyiapkan bala tentaranya untuk menyerang Melos. Sehingga pertempuran sengit terjadi antara Athena dengan Melos ( Thucydides 1954: 79).
    Menurut Thucydides, keadilan adalah sesuatu yang relaitf dan ambigu dalam hubungan internasional. Keadilan  bukanlah perlakuan yang sama kepada semua pihak, tapi tentang penempatan yang tepat dan dalam menyesuaikan pada realitas kekuatan yang berbeda. Oleh karena itu, Thucydides membiarkan bangsa Athena untuk menjawab pertimbangan Melian. Meskipun Athena tetap menyerang Melian sebelum menentukan jawabannya (R. Jackson & G. Serensen 2009: 93). Pemikir realisme menjadi salah satu great debate dalam studi HI. Sangakalan dari  pemikir Liberalisme ini terus memperkokoh teorinya berdasarkan fakta yang terjadi pada waktu itu. Realisme yang menitikberatkan pada asusmi mengenai kekuatan, sifat alamiah manusia, perang, dan pesimistis. Sehingga munculah teori baru bernama Neo Realisme, meskipun juga memakai nama Realisme sejatinya Neo Realisme berbeda dengan Realisme.

Referensi :

Pengantar Studi Hubungan Internasional ; Robert Jackson & Georg Sorensen ; 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar